Skip to main content

Hukum Nev Nev dan Hukum Hanalit bagi kehidupan masyarakat Kei

Daniel Rahakbauw (DR) 

Jauh sebelum adanya Hukum Positif (peradilan umum) yang ditetapkan oleh negara Indonesia, di kepulauan kei sudah mengenal hukum Larwul Ngabal yang isinya untuk mengatur hubungan kekerabatan masyarakat kei.
Hukum Larwul berisi 4 pasal yang berisi kaidah-kaidah Hukum pidana sedangkan Hukum Ngabal berisi 3 pasal yang berisi kaidah-kaidah dan hukum perdata.
Dalam Hukum larwul Ngabal dijabarkan lebih kongkrit dalam larangan/pelanggaran-pelanggaran dalam hukum adat yang isinya berurutan sesuai dengan berat ringanya pelangaran dapat diatur dalam Hukum Nev Nev dan Hukum Hanalit. Hukum Nev Nev merupakan hukum yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat (Hukum Pidana). Isinya menjelakan lebih lanjut tentang pasal 1-4 Hukum Larwul Ngabal kedalam tujuh (pelangaran sasa sor fit) adapun penjabaranya sebagai berikut:
  1. Muur nai, subantai (mengata-ngatai, menyumpahi 
  2. Hebang haung atau haung hebang (berencana dan berniat jahat) 
  3. Rasung smu-rodang daid (mencelakakan dengan jalan ilmu hitam doti dll) 
  4. Kev bangil atau ov bangil (memukul, meninju) 
  5. Tev hai-sung tawat (melempar, menikam, menusuk) 
  6. Fedan na, tetwanga (membunuh, memotong, memancung)
  7. Tivak luduk fo vavain (menguburkan, menengelamkan hidup-hidup) 
Hukum Hanalit adalah Hukum yang mengatur mengenai kesusilaan atau kesopanan (hukum kesusilaan). Isinya merupakan penjabaran dari pasal 5-7 Larwul Ngabal kedalam tujuh tingkat pelangaran diantaranya adalah: 
  1. Sis af, sivar usbuk (memangil dengan melambaikan tangan, mendesis atau bersiul).
  2. Kufuk matko (bermain mata)
  3. Kis kafir, temar u mur (mengorek dengan cara mencubit atau menyengol dengan busur panah bagian muka maupun belakang) 
  4. En a lebak, en humak voan (meraih, memeluk, mencium) 
  5. Enwail, sig baraung enkom lawur (membuka penutup dan merusaknya) 
  6. Enwel ev yan (hamil diluar nikah) 
  7. Ftu fwer (membawa lari atau kawin lari). 
Dari tujuh pelangaran (sasa sor fit) tersebut, masi terdapat tiga sasa sor fit dalam Hukum Hanalit, tetapi karena beratnya ancaman hukuman yang diancamkan, maka penyelesaianya dimasukan dalam Hukum Nev Nev yaitu:

1. Rehe wat tee (merampas istri orang lain)
2. Itwail ngutun-enan, itlawur umat hian (membuka keluar penutup di atas dan bawah, merusak istri orang lain
3. Dos sa te'en yanat te urwair tunan (kejahatan persetubuhan saudara/sekandung).
Dari kedua Hukum ini yang merupakan penjabaran dari Hukum Larwul Ngabal mengajar kita tentang banyak hal baik Hukum pidana yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat maupun Hukum kesuliaan yang mengatur tentang kesakralan perempuan-perempuan kei. Jadi jika seseorang ingin menyakiti perempuan kei, baca dulu isi Hukumnya dengan baik sebelum dapat sangsi atau Hukumanya.

Penyelesaian pada pelangaran yang terjadi dialakukan oleh kepala soa (kepala dusun), orang kaya (kepala desa), atau raja (kepala wililayah adat) secara berjenjang, apabila tingkat yang paling bawah belum menyelesaikan persoalan. Akan tetapi semuanya tetap harus melalui sidang badan seniri ohoi (BSO) bersama seluruh staf keperangkatan adat tersebut. Dalam sidang tersebut akan ditentukan sanksi bagi pelangar sesuai berat ringanya pelangaran yang dilakukan. 

Sanksi tersebut adalah terhadap pelangaran yang mengakibatkan kematian yaitu, "pelangar akan ditengelamkan hidup-hidup kedalam laut" namun sebelum prosesi hukuman dijalankan akan "ditawarkan kepada masyarakat apakah ada yang akan menebus si pelangar". Tebusan itu disebut "entuv tuel na ai ngam ensak", tebusan berupa benda-benda adat seperti gong (dada), lela (meriam) atau mas adat yang jumlahnya diperhitungkan sebagai penganti bagian-bagian si pelanggar. Apabila ada yang menebus maka pelangar tidak ditenggelamkan tetapi yang ditenggelamkan adalah tebusanya.

Pada realita kehidupan sekarang, secara kesat mata dilihat bahwa peran dan penerapan Hukum Nev Nev maupun Hukum Hanalit pada kehidupan masyarakat kei hampir sudah tidak di terapkan lagi (punah/hilang). Hal ini disebabkan oleh pengaruh perkembangan zaman yang mendominasi setiap kehidupan manusia dan karena keberadaan Hukum positif (peradilan umum) yang telah menggeser Hukum adat Nev Nev dan Hukum Hanalit sehingga peranan dan penggunaan terhadap kedua Hukum Adat tidak lagi terlihat pada masyarakat kei. 

Ini merupakan salah satu peninggalan leluhur untuk dapat dijaga oleh kita sebagai generasi-generasi penerus dan perlu diperhatikan oleh kita sebagai generasi pelurus untuk mewarisi Hukum Adat yang telah dibuat oleh leluhur kita dari berabad-abad yang lalu. Sehingga Hukum Adat ini tidak hilang begitu saja ditelan derasnya arus globalisasi.

Sebagai generasi sekarang kita harus perlu mengetahui bahwa sebelum negara indonesia mengenal hukum positif (peradilan umum) sekarang, leluhur kita sudah mengenalnya terlebih dahulu dari Hukum Larwul Nagabal sekalipun penjelasa pada pasal-pasalnya belum terlalu tertata baik seperti Hukum positif (peradilan umum) sekarang ini.


Ambon 07 maret 2020
Daniel Rahakbauw 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Hubungan pela (Tea Bel) Masyarakat Kei dan Masyarakat Gorom

Daniel Rahakbauw & Siti Fajar Retob  Beranjak dari kekayaan budaya dan kearifan lokal (local wisdom) serta memiliki keindahan alam yang menjadi pusat perhatian masyarakat local, masyarakat nasional bahkan sampai pada masyarakat Internasional. Masyarakat kei memiliki hubungan (ikatan) yang erat dengan masyarakat yang mendiami pulau Gorom. Kedekatan inilah yang disebut dengan hubungan pela (Tea Bel) yang ada selama ratusan tahun yang lalu. Dalam sistem kemasyarakatan pela merupaka pranata sosial yang dimana tujuanya untuk memperkuat dan menjalin hubungan antara masyarakat satu dan masyarakat lain, desa satu dan desa lain, pulau satu dan pulau lain. Pela telah dikenal jauh sebelum datangnya orang-orang barat ke maluku. Dikatakan bahwa ikatan persekutuan yang kemudian dikenal dengan nama pela (Tea Bel) memperoleh perkembangan lebih lanjut dalam arti ikatan persekutuan itu maka diperoleh lagi setelah invansi orang-orang barat ke maluku. Hubungan pela antara masyarakat K...

Kasta Dalam Perspektif Masyarakat Kei

Daniel Rahakbauw  (DR) Dalam struktur kehidupan masyarakat kei pada umumnya dikenal dengan sistem pengolongan dalam masyarakat yang dikenal dengan sistem kasta.  Pengertian kasta pada masyarakat tradisioan kei tidak dapat ditarik sejajar dengan sistem kasta di Bali, juga tidak dapat disamakan dengan pembagian golongan masyarakat di Eropa pada masa revolusi Industri di Inggris (Borjois dan Proletar).  Karena apabila ditelusuri, substansi penggolongan berbeda. Kasta pada masyarakat tradisional kei lebih berdasarkan jasah, keperibadiaan, tata aturan, hukum, adat istiadat, Budaya, kepemimpinan serta sejarah. Struktur kekerabatan pada masyarakat kei dapat dibagi atas tiga golongan atau kelompok sebagaimana yang kita tau bersama bahwa: Golongan pertama adalah  Mel-Mel. Strata teratas ini dapat dikatakan sebagai bangsawan yang kekuasaanya mutlak dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang pendatang dan juga pend...