
Daniel Rahakbauw & Siti Fajar Retob
Beranjak dari kekayaan budaya dan kearifan lokal (local wisdom) serta memiliki keindahan alam yang menjadi pusat perhatian masyarakat local, masyarakat nasional bahkan sampai pada masyarakat Internasional.
Masyarakat kei memiliki hubungan (ikatan) yang erat dengan masyarakat yang mendiami pulau Gorom. Kedekatan inilah yang disebut dengan hubungan pela (Tea Bel) yang ada selama ratusan tahun yang lalu. Dalam sistem kemasyarakatan pela merupaka pranata sosial yang dimana tujuanya untuk memperkuat dan menjalin hubungan antara masyarakat satu dan masyarakat lain, desa satu dan desa lain, pulau satu dan pulau lain. Pela telah dikenal jauh sebelum datangnya orang-orang barat ke maluku. Dikatakan bahwa ikatan persekutuan yang kemudian dikenal dengan nama pela (Tea Bel) memperoleh perkembangan lebih lanjut dalam arti ikatan persekutuan itu maka diperoleh lagi setelah invansi orang-orang barat ke maluku.
Hubungan pela antara masyarakat Kei dan masyarakat Gorom (seram bagian timur) terbentang dari sejarah yang panjang dapat dijelaskan oleh beberapa tokoh adat di kei dan di Gorom sebagai berikut;
Versi masyarakat kei; menurut Bapak Bayan Renuat selaku Bapa Raja Dullah, Ia mengatakan bahwa terjadinya hubungan pela antara masyarakat Kei dan Gorom karena perkawinan antara seorang Sultan Tainudin yang berasal dari jailolo (ternate), dengan putri dari salah satu kapitan raja tual yaitu kapitan Baldit Tamnge. Beliau keluar dari Ternate untuk berlayar dan singgah pertama kali di Hitulamo. Karena pada saat itu Hitulamo adalah salah satu dapur besar atau tempat orang berdagang, kemudian beliau keluar dan berlayar menuju ke Pulau Seram (Gorom), pada saat itu Pulau Gorom diduduki oleh Raja Ondor yang mempunyai keturunan yaitu Kapitan Huluhulis. Kemudian setelah itu beliau lanjut ke Kepulauan Kei lebih tepatnya di Desa Dulla.Namun beliau pertama kali singgah di Ohoi Saramlai atau yang sekarang dikenal dengan Desa Labetawi.Dari perjalanan beliau ada salah satu bukti yaitu pohon bambu yang dia bawa dan dia tikam bambu tersebut di Desa Lebetawi. Sampai saat ini pohon bambu tersebut masih berdiri tegak dan tumbuh segar walaupun sudah berulang kali di bakar, dipotong dan lain sebagainya. Akan tetapi pohon bambu tersebut tidak pernah punah atau mati dan juga terdapat salah satu goa disitu. Kemudian beliau pergi ke Dumar pada saat itu,sesampai di Dumar beliau kenal dengan salah satu kapitan dari Raja Tual yaitu Kapitan Badlaut dari marga Tamnge. Kapitan Badlaut mempunyai salah satu anak perempuan yang bernama Hanar Sadmas, yang kemudian menikah dengan Sultan Tainudin. Pada saat itu mereka meminta mahar dari perkawinan tersebut adalah sorban yang ada pada kepala Sultan Tainudin. Itu yang menjadi maharnya karena pada saat itu Hanar Sadmas masih dengan keadaan telanjang. Kemudian dari hasil pernikahan itu Sultan Tainudin dan Hanar Sadmas di karunia dua anak yang bernama Baldu dan Wahdat.
Tak sependapat dengan itu menurut Bapak Petretis Renwarin selaku Bapa Raja Faan hubungan pela antara masyarakat Kei dan Gorom terjadi karena pada saat itu ada seorang Raja yang bernama Amar memiliki kekuasaan sampai pada kepulauan Kei dan kepulauan Aru. Dengan adanya hubungan itulah maka ketiga pulau ini memiliki satu ikatan yang kuat yang dikenal dengan sebutan pela. Sala satu bukti keeratan hubungan antara ketiga pulau ini yaitu dengan sebuah nanyian dan sumpah nyanian itu adalah " amardayo likei yo yaro hukum karkirkiroka" yang artinya amardayo yaitu Raja Amar, likei yang artinya kei sedangkan yaro yang artinya aru. Kemudian Raja Amar menyatukan day dan yaro dengan salah satu hukum karkirkiroka yang artinya jika dari ketiga pulau itu melanggar aturan yang sudah dibuat maka akan dapat celaka atau bahala. Nyanyian itu sebagai meterai atau sebagai bukti perjanjian adat antara ketiga pulau tersebut. Bukti fisik lainya yang dapat dijumpai di desa Faan yaitu, terdapat rumah tua yang berada didalam hutan desa Faan dan patung naga kuning berada di samping rumah adat desa Faan.
Pendapat lain juga mengatakan hubungan pela masyarakat kei dan masyarakat gorom dimulai ketika tidak ada satupun orang yang tau melahirkan seperti saat ini. Saat itu yang mereka ketahui tentang melahirkan adalah membelah perut ibu untuk mengambil anak dan merelakan ibunya kehilangan nyawa. Pada waktu itu pula ada seorang dari Gorom datang ke pulau kei dan pada waktu itu ada seorang Ibu yang inggin melahirkan, namun masyarakat kei tidak tau caranya dan orang yang berasal dari gorom tersebut menawarkan diri untuk membantu ibu itu melahirkan dengan cara membuat air untuk ibu itu meminumnya. Kemudian ibu itu melahirkan dengan cara yang normal seperti saat ini. Dan dari situlah sebagai balas jasa mereka mengangkat sumpah bawa mereka memiliki hubungan kekerabatan antara masyarakat kei dan masyarakat Gorom (Bapak Abdul Hamid Reyaan) tokoh Adat Agama di Ohoitel.
Pandangan lain juga mengatakan bahwa pada zaman dulu ada orang tua-tua dari kepulauan kei melakukan pelayaran kemudian mereka kehabisan bekal (kasvus) dan mereka singgah di suatu tempat saat ini dikenal dengan kesvuo. Merekapun melanjutkan perjalanan dan mereka kehabisan bekal lagi dan ahirnya mereka terdampar di pulau seram tepatnya di pulau Gorom. Masyarakat Gorom membantu mereka dan kemudian mereka membuat suatu ikatan yaitu hubungan pela antar masyarakat kei dan masyarakat gorom (Bapak Sabtu Kilitubun) Tua-tua adat desa Ngursoin. Berbeda dengan dengan keempat pendapat diatas menurut Bapak Muhamad Eka Retra sebagai raja di desa Ohoitel hubungan pela antara masyarakat Kei dan masyarakat Gorom yaitu pada zaman dulu orang-orang dari pulau Gorom datang meminta sebagian dari masyarakat kei agar menjadi pemimpin (Raja) di Gorom, karena pandangan masyarakat Gorom orang Kei memiliki kecerdasan berfikir yang luas dan cerdas (pintar). Dari Gorom mereka berlayar dan singah pertama kali di desa Ohoiwait dan masyarakat Ohoiwait pun menyetujui permintaan mereka. Dari situlah terjadi hubungan pela antara masyarakat Kei dan masyarakat Gorom.
Versi masyarakat gorom; menurut Bapak zainudin Kelian sebagai Bapak Imam, hubungan pela antara masyarakat kei dan Gorom dimulai ketika Tata Kora memberikan penjelasan tentang petunjuk perempuan hamil. Kemudian kora memperlihatkan keehebatanya kepada seorang perempuan yang telah memasuki tahap persalinanya (sembilan bulan), dengan bantuan kekuatan dan keberkatan yang dimiliki oleh kora dari pulau gorom makan sang ibu melahirkan bai dalam keadaan selamat walafiat, kemudian kora juga memberikan obat-obatan herbal yang diperlukan oleh Ibu dan bainya. Sala satu contoh daun yang diberikan adalah daun waru yang di rebus dengan air terlebih dahulu sebelum di minum.
Pandangan masyarakat Kei dan masyarakat Gorom tentang hubungan pela bahwa, hubungan pela antara masyarakat Kei dan masyarakat Gorom sekalipun agak berbeda pemahaman tentang sejarah terbentuknya hubungan pela, namun hubungan ini memiliki dampak positif, yang dimana ada kehidupan saling membantu (tolong-menolong) dan mempunyai ikatan batin saat bertemu dengan mengungkapkan sapaan Pe sebagai bukti ada ikatan antara masyarakat kei dan masyarakat Gorom.
Dari berbagai penjelasan diatas dapat disumpulkan bahwa; hubungan pela antara masyarakat Kei dan masyarakat Gorom ialah pada zaman dahulu Raja amar yang berasal dari pulau Gorom memiliki kekuasaan sampai pada kepulauan Kei dan kepulauan Aru. Bukti keeratan hubungan antara ketiga pulau ini yaitu dengan sebuah nanyian dan sumpah nyanian itu adalah " amardayo likei yo yaro hukum karkirkiroka" yang artinya amardayo yaitu Raja Amar, likei yang artinya kei sedangkan yaro yang artinya aru. Kemudian Raja Amar menyatukan day dan yaro dengan salah satu hukum karkirkiroka yang artinya jika dari ketiga pulau itu melanggar aturan yang sudah dibuat maka akan dapat celaka atau bahala. Nyanyian itu sebagai meterai atau sebagai bukti perjanjian adat antara ketiga pulau tersebut.
Sedangkan menurut versi masyarakat Gorom. Hubungan pela antara masyarakat Kei dan masyarakat Gorom dimulai dengan jasa seorang laki-laki dari gorom yang bernama Kora yang memberikan penjelasan mengenai cara bersalin untuk masyarakat kei yang dulunya tidak mengetahui cara bersalin seperti sekarang. Hubungan pela antara masyarakat Kei dan masyarakat Gorom memiliki dampak positif, yang dimana ada kehidupan saling membantu (tolong-menolong) dan mempunyai ikatan batin saat bertemu dengan mengungkapkan sapaan pe sebagai bukti ada ikatan antara masyarakat kei dan masyarakat Gorom.
Dari kesimpulan diatas dapat disarankan sebagai generasi muda sekarang terlebih khusus masyarakat kei dan masyarakat Gorom (seram bagian timur) agar terus menjaga dan melestarikan salah satu peningalan ikatan hubungan pela antara orang Kei dan orang Gorom agar terus terjaga dan bisa menjadi kebanggaan jati diri anak adat kedua masyarakat ini. Dan kepada pemerintah kabupaten Maluku Tenggara dan masyarakat Pulau Gorom agar kedepanya bisa diadakan panas pela sebagai salah satu bukti adanya suatu hubungan pela antara kedua masyarakat tersebut.
#Keimalukuindonesia
#Gorommalukuindonesia
Ambon 29 Maret 2020
Daniel Rahakbauw & Siti Fajar Retob
Yang terhormat,
ReplyDeleteMengenai pela Gorom-Kei tiap kelompok angkap interpretasi versi dan visinya sebagai hak dan benar. Ole karena itu sulit untuk menyelidiki apa ceritera yang asli, yang mendasarkar hubungan Kei-Gorom. Tetap sudah, ken sa faak, tiap versi memiliki kebenarannya. Salah satu versi saya pernah dengar dari orang tua saya, dan ditambah oleh saudara-saudaraku yaitu satu versi mengenai penyebarluasan kekuasaan Lorlim oleh hilaai-hilaai Lorlim, yang sayap kekuasaan menyebar luas sampai ke Aryaat dan Amar Dai. Untuk tahu isi dan versi luasnya coba kontak dengan Bapak Nico Far Far yang pernah belajar di UNPATTI. Dalam versi Lorlim Kei Besar dasar hubungan dengan Rat Amar Dai mulai dengan pasang Ngabal di Amar Dai oleh pasukan hilaai-hilaai Lorlim, diantaranya moyang saya, Watubtaran.
Salam dan sukses.
Djonnie Rahantoeknam
Email: rahantoeknam@gmail.com
di Belanda
Dai Amar Kei Aru.
ReplyDeleteOrang tua kami masi hidup bisa menjelaskan Pela antara Dai, Amar, Kei dan Aru dengan nyanyian yang masi simpan dengan rapi orangtua kami yaitu di Desa saya, Desa Dai berdasarkan leluhur kami Tatakora(Ora).
sejarah ini terlalu terputar kalau di faan mau bilang jago dan hebat iti kenapa di faan sana ada suatu puncak yang namanx puncak rumheng??? itu fakta kalau siapa orang yang hebat di sana...
ReplyDeleteorang2 faan juga tau itu...