Skip to main content

Ritual adat desa waurtahait sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran virus corona


Daniel Rahakbauw (DR)

Sampai saat ini virus corona masih menjadi tereding topik bagi setiap permbicaraan masyarakat, baik dalam skalah internasional, nasional bahkan dalam kehidupan lokal masyarakat. Dalam upaya pemberantasan corona di Indonesia, pemerintah berusaha mengunakan segala cara untuk mencegah penyebaran virus corona di republik ini. Hal ini pula dilakukan di salah satu desa yang berada di pulau kei besar Kabupaten Maluku Tenggara yaitu desa waurtahait. Cara yang mereka lakukan agak berbeda yaitu; dengan mengunakan ritual adat sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran virus corona. Dalam perspektif masyarakat desa waurtahait wabah seperti ini pernah dialami oleh leluhur mereka dalam beberapa dekade lalu, yang dalam bahasa setempat disebut "web".


Dari sisi historis, desa Waurtahait merupakan satu desa yang terdifusi seiring perpindahan masyarakat dari desa Waur. perpindahan tersebut sebagai suatu alasan untuk menjaga batas wililayah bagian Utara Timur yang dimilki oleh desa Waur. Dan dalam cerita (Tom) orang tatua, masyarakat wauartahait perna beberapa kali mengalami perpindahan tempat tinggal, salah satu alasan mendasar karena wabah "web" yang terus-terus melanda mereka. Beranjak dari desa waur mereka menempati sebuah tempat yang bernama "EL DAD", inilah yang menjadi titik awal mereka melakukan persinggahan setelah mereka meningalkan desa Waur.
Sesampai di tempat itu terjadi suatu musibah wabah "web" yang menyerang penduduk dan memakan banyak korban jiwa. Kemudian dari kejadiaan itu penduduk setempat mulai meningalkan tempat itu dan membentuk lagi pemukiman dibagian bawah tempat persinggahan pertama kira-kira jaraknya 75m². Pemukiman itu dikenal dengan nama "EL BAB", sebagai tempat persinggahan kedua. Sesampai ditempat ini terjadi lagi musibah yang sama yaitu; wabah "web" yang memakan korban jiwa hampir 1/2 dari penduduk yang berada pada pemukiman itu.
Pada akihirnya tanah yang mereka tempati itu disumpahi tidak akan ditempati oleh siapapun. Seiring dengan berjalanya waktu pada tahun 2016 lokasi ini dijadikan sebagai lokasi sekolah SMP dan SMA. Setelah kejadian itu penduduk meningalkan lagi tempat itu dan membentuk pemukiman lagi. Tempatnya dekat pantai dan tepatnya diperbatasan wililayah kekuasaan desa Waur dan namanya adalah "SORTOMAT" yang lebih dikenal dengan sebutan Desa Waurtahait sekarang.


Dalam upaya pencegahan virus corona, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah desa waurtahait, dan seluruh elemen masyarakat baik dalam bentuk spiritual (keagamaan), sosialisasi yang sifatnya masif kepada masyarakat dan ritual adat. Kita perlu mengapresiasikan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desa Waurtahait terkait pencegahan penyebaran virus corona.
Ditengah-tengah maraknya penyebaran virus corona, tua-tua adat dan perangkat desa waurtahait melakukan ritual Adat kepada para leluhur sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran virus corona. Tua-tua adat dan perangkat desa waurtahait lewat ritual adat ini mereka meminta agar leluhur turut hadir dan bersama masyarakat desa Waurtahait melawan dan memberantas penyebaran virus corona bagi kehidupan masyarakat desa waurtahait. Ritual itupula dihadiri oleh ketua pemuda Waurtahait, tokoh adat, tokoh masyarakat, perangkat desa dan setiap kepala-kepala marga/fam yang ada dalam desa waurtahait.
Dalam pelaksanaan ritual adat ini salah satu tokoh adat menyampaikan bahwa " kita tau kita punya Tuhan yang berkuasa atas bumi ini, tetapi kita juga yakin leluhur-leluhur kita selalu menjaga kita dalam setiap derap langkah kita". Artinya bahwa selain Agama peranan adat juga penting dalam upaya pencegahan penyebaran virus corona. beliau juga meminta kepala leluhur untuk selalu berkati, jaga serta lindunggi, sanak, saudara baik yang berada di desa waurtahait dan yang berada di luar desa waurtahait (tanah rantau).


Ritual adat ini ditandai dengan pemasangan daun kelapa kuning (janur kuning) di setiap pintu masuk desa waurtahait sebagai tanda larangan. dan makna dari simbol janur kuning tersebut untuk mencegah masuknya virus corona bagi kehidupan masyarakat desa waurtahait.

Laporan Daniel Rahakbauw
Ambon 04 April 2020

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan pela (Tea Bel) Masyarakat Kei dan Masyarakat Gorom

Daniel Rahakbauw & Siti Fajar Retob  Beranjak dari kekayaan budaya dan kearifan lokal (local wisdom) serta memiliki keindahan alam yang menjadi pusat perhatian masyarakat local, masyarakat nasional bahkan sampai pada masyarakat Internasional. Masyarakat kei memiliki hubungan (ikatan) yang erat dengan masyarakat yang mendiami pulau Gorom. Kedekatan inilah yang disebut dengan hubungan pela (Tea Bel) yang ada selama ratusan tahun yang lalu. Dalam sistem kemasyarakatan pela merupaka pranata sosial yang dimana tujuanya untuk memperkuat dan menjalin hubungan antara masyarakat satu dan masyarakat lain, desa satu dan desa lain, pulau satu dan pulau lain. Pela telah dikenal jauh sebelum datangnya orang-orang barat ke maluku. Dikatakan bahwa ikatan persekutuan yang kemudian dikenal dengan nama pela (Tea Bel) memperoleh perkembangan lebih lanjut dalam arti ikatan persekutuan itu maka diperoleh lagi setelah invansi orang-orang barat ke maluku. Hubungan pela antara masyarakat K...

Hukum Nev Nev dan Hukum Hanalit bagi kehidupan masyarakat Kei

Daniel Rahakbauw ( DR)  Jauh sebelum adanya Hukum Positif (peradilan umum) yang ditetapkan oleh negara Indonesia, di kepulauan kei sudah mengenal hukum Larwul Ngabal yang isinya untuk mengatur hubungan kekerabatan masyarakat kei. Hukum Larwul berisi 4 pasal yang berisi kaidah-kaidah Hukum pidana sedangkan Hukum Ngabal berisi 3 pasal yang berisi kaidah-kaidah dan hukum perdata. Dalam Hukum larwul Ngabal dijabarkan lebih kongkrit dalam larangan/pelanggaran-pelanggaran dalam hukum adat yang isinya berurutan sesuai dengan berat ringanya pelangaran dapat diatur dalam Hukum Nev Nev dan Hukum Hanalit. Hukum Nev Nev merupakan hukum yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat (Hukum Pidana). Isinya menjelakan lebih lanjut tentang pasal 1-4 Hukum Larwul Ngabal kedalam tujuh (pelangaran sasa sor fit) adapun penjabaranya sebagai berikut: Muur nai, subantai (mengata-ngatai, menyumpahi  Hebang haung atau haung hebang (berencana dan berniat jahat)  Rasung smu-rodang ...

Kasta Dalam Perspektif Masyarakat Kei

Daniel Rahakbauw  (DR) Dalam struktur kehidupan masyarakat kei pada umumnya dikenal dengan sistem pengolongan dalam masyarakat yang dikenal dengan sistem kasta.  Pengertian kasta pada masyarakat tradisioan kei tidak dapat ditarik sejajar dengan sistem kasta di Bali, juga tidak dapat disamakan dengan pembagian golongan masyarakat di Eropa pada masa revolusi Industri di Inggris (Borjois dan Proletar).  Karena apabila ditelusuri, substansi penggolongan berbeda. Kasta pada masyarakat tradisional kei lebih berdasarkan jasah, keperibadiaan, tata aturan, hukum, adat istiadat, Budaya, kepemimpinan serta sejarah. Struktur kekerabatan pada masyarakat kei dapat dibagi atas tiga golongan atau kelompok sebagaimana yang kita tau bersama bahwa: Golongan pertama adalah  Mel-Mel. Strata teratas ini dapat dikatakan sebagai bangsawan yang kekuasaanya mutlak dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang pendatang dan juga pend...